Tentu kita masih ingat kisah tauladan dari salah satu sahabat Nabi kita Muhammad shalallahu 'alayhi wasallam, yaitu sahabat Umar bin Khatab dengan seorang anak gembala kambing.
Suatu ketika sahabat Umar radhliallahu 'anhu meliahat seorang anak gembala miskin dengan pakaian compang camping sedang menggembalakan kambing yang amat banyak milik majikannya.
Umar bin Khatab bertanya, Nak, bolehkah kubeli kambing yang sedang kau gembalakan itu satu ekor?
Si anak gembala menjawab, Kambing ini bukan milikku, tetapi milik majikanku. Aku tidak boleh menjualnya.
Umar bin Khatab membujuk, kambing itu amat banyak. Apakah majikanmu tahu jumlahnya? Apakah dia suka memeriksa dan menghitungnya?
Dijawab, Tidak, majikanku tidak tahu berapa ekor jumlah kambingnya. Dia tidak tahu berapa kambing yang mati dan berapa yang lahir. Dia tidak pernah memeriksa dan menghitungnya.
Umar bin Khatab terus membujuk, Kalau begitu hilang satu ekor kambing, majikanmu tidak akan tahu. Lagi pula aku mau membeli kambing yang kecil saja supaya lebih tidak ketahuan. Ini uangnya, terimalah! Ambil saja buat kamu untuk beli baju atau roti.
Anak gembala itu tidak tergiur. Dia tetap tidak mau menjual kambing yang bukan miliknya.
Umar bin Khatab dengan nada yang ditinggikan (marah) berkata, Mengapa kamu ini, bodoh benar! Kambing itu amat banyak. Majikan kamu tidak tahu jumlah-nya. Kalau kamu jual satu, majikan kamu tidak akan tahu. Di sini juga tidak ada orang lain. Hanya ada aku dengan kamu. Tidak ada orang lain yang tahu. Lihat di sekitar kamu, apa ada yang lihat? Nih uangnya, bawa sini kambingnya! Kamu takut sama siapa?
Anak gembala miskin yang pakaiannya compang-camping itu, dengan tetap tegar menjawab, takut Allah.
Allah menyaksikan. Allah Mahatahu!
Mendengar jawaban anak gembala itu, Umar bin Khatab, lelaki tinggi besar, gagah perkasa, jago perang, jago berkelahi, amir al mu’minin (pemimpin kaum beriman), menangis. Lemah lunglai seluruh sendi tubuhnya.
Shobat Laskar Penjaga Hati, anak gembala dalam kisah diatas adalah sebuah potret yang menunjukkan eksistensi Allah dalam hati. Meskipun hanya seorang anak gembala, tapi dia sudah mampu menghadirkan Allah dalam hatinya. Sesuatu yang sangat sulit dan tidak semua orang mampu melakukannya.
Hadirnya Allah dalam hati merupakan parameter tingkat keimanan seseorang. Semakin beriman maka semakin sering dia mengingat Allah, dan semakin dekat dia dengan Allah. Dan kedekatan dia dengan Allah akan memberikan warna dalam kehidupannya dalam bentuk sikap dan perilaku sehari-hari.
Begitu pula sebaliknya. Jika kita lebih banyak lupa kepada Allah, maka itu adalah pertanda bahwa keimanan yang bersemayam dalam hati kita sangatlah rendah. Dan bila keimanan kita rendah maka rendahlah kita dihapan Allah Subhanahu wata'ala.
Oleh karenanya, marilah kita bersama-sama saling mengingatkan dan menguatkan satu sama lain untuk menghadirkan Allah dalam hati kita, sehingga sikap perilaku kita akan terjaga dan terbimbing dalam menuju keimanan yang sempurna.
Semoga bermanfaat.
Assalamu'alaykum......:)
Artikel yg menarik nih sob. bisa menjadi pencerahan bagi kita semua. oya bannerlinknya ah ane pasang balik silahkan bisa ck di TKP gan. Thanks
BalasHapusOke mas Ary..., trims, smoga mulai sekarang kita dapat bisa saling support dan share lewat media blogger ini.......:)
BalasHapusblog yg sangat bermanfaat..
BalasHapusberbagi ilmu tntang agama islam, i like it !!
follback sukses sob :D
Aamiin....., oke sob trimakasih, smoga kita slalu dapat jalin tali silaturahhim....... :)
BalasHapusPaklik sma Ponakan lomba nikin Blog to ini ceritanya he he he
BalasHapus